Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Sabtu, 02 November 2019

Bahasa Arab adalah ilmu alat untuk memahami Islam

Apa ukuran wajib belajar bahasa Arab?





Bahasa Arab adalah ilmu alat untuk memahami Islam. Kita tidak mungkin dapat memahami Islam tanpa melalui bahasa Arab. Karena memahami Islam itu hukumnya wajib, maka mempelajari bahasa Arab juga hukumnya menjadi wajib. Sebagaimana kaidah ushul fiqih yang telah kita ketahui,
مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Sesuatu yang menjadi wasilah dapat terlaksananya suatu kewajiban adalah juga termasuk wajib.”
Lalu, apa ukuran wajibnya mempelajari bahasa Arab?
Kewajibannya bisa dibagi dua, yaitu wajib bagi setiap individu muslim (fardhu ‘ain), dan wajib bagi sebagian muslimin, jika telah ada yang melaksanakan maka gugur kewajiban yang lainnya, dan jika tidak ada satu pun yang melaksanakannya maka seluruhnya berdosa, dan pahalanya tentu didapatkan oleh orang yang melakukannya, yang disebut dengan fardhu kifayah.
Yang termasuk fardhu ‘ain adalah ukuran orang dapat memahami syahadat yang ia ucapkan sebagai pernyataan keislaman dan ibadah yang menggunakan bahasa Arab, seperti shalat. Setiap muslim diwajibkan untuk memahami apa yang ia baca dalam shalat berupa doa-doa shalat, al-fatihah yang hukumnya wajib, dan surat yang lainnya pun meskipun hukum membacanya sunnah tetapi ketika ia membacanya ia dituntut untuk paham maknanya, membaca dzikir-dzikir, dan doa-doa berbahasa Arab yang dipanjatkan, karena bagaimana mungkin Allah mengabulkan doa-doa tersebut sementara orang yang berdoanya sendiri tidak mengerti apa yang ia minta dalam doanya. Orang yang melaksanakan shalat dengan tanpa memahami apa yang ia baca dalam shalat maka ia termasuk kategori orang yang lalai dalam shalatnya yang diancam celaka oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Lalai adalah kebalikan dari khusyu’, maka salah satu syarat khusyu’ adalah memahami apa yang dibaca di dalam shalat. Inilah ukuran wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari bahasa Arab, agar ia paham terhadap ibadah yang dilakukan.
Sedangkan yang termasuk kategori fardhu kifayah adalah yang lebih dari itu. Dimana kita sebagai umat Islam telah dipilih oleh Allah untuk menjadi saksi bagi Allah terhadap apa yang dilakukan oleh seluruh manusia.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ
“Wahai orang-orang beriman! Jadilah kalian benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi untuk Allah...” (QS. An-Nisa : 135).
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu....” (QS. An-Nisa : 135).
Syarat seseorang menjadi saksi adalah mengetahui/berilmu terhadap apa yang ia persaksikan. Sebagaimana firman Allah SWT,
وَمَا شَهِدْنَا إِلَّا بِمَا عَلِمْنَا وَمَا كُنَّا لِلْغَيْبِ حَافِظِينَ
“Dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui, dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui) hal yang ghaib.” (QS. Yusuf : 810.
وَلَا يَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafa'at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang bersaksi terhadap kebenaran (tauhid) dan mereka memiliki ilmu terhadapnya. (QS. Az-Zukhruf : 86).
Jika kita menjadi saksi bagi Allah terhadap perbuatan manusia, yang kita persaksikan dari Allah itu adalah wahyu-Nya yang menggunakan bahasa Arab, bagaimana mungkin kita dapat menjadi saksi bagi Allah jika tanpa memahami bahasa Arab?
Kita juga menjadi saksi terhadap apa yang dilakukan oleh para nabi terdahulu dan kaumnya. Misalnya terhadap nabi Nuh dan kaumnya sebagaimana disebutkan di dalam hadits,
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجِيءُ نُوحٌ وَأُمَّتُهُ فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى هَلْ بَلَّغْتَ فَيَقُولُ نَعَمْ أَيْ رَبِّ فَيَقُولُ لِأُمَّتِهِ هَلْ بَلَّغَكُمْ فَيَقُولُونَ لَا مَا جَاءَنَا مِنْ نَبِيٍّ فَيَقُولُ لِنُوحٍ مَنْ يَشْهَدُ لَكَ فَيَقُولُ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمَّتُهُ فَنَشْهَدُ أَنَّهُ قَدْ بَلَّغَ وَهُوَ قَوْلُهُ جَلَّ ذِكْرُهُ (وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ) وَالْوَسَطُ الْعَدْلُ
Dari Abu Sa'id, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pada hari kiamat, Nabi Nuh 'alaihissalam dan ummatnya datang lalu Allah Ta'ala berfirman: "Apakah kamu telah menyampaikan (ajaran)?. Nuh 'Alaihissalam menjawab: "Sudah, wahai Rabbku". Kemudian Allah bertanya kepada ummatnya: "Apakah benar dia telah menyampaikan kepada kalian?". Mereka menjawab; "Tidak. Tidak ada seorang Nabi pun yang datang kepada kami". Lalu Allah berfirman kepada Nuh 'alaihissalam: "Siapa yang menjadi saksi atasmu?". Nabi Nuh Alaihissalam berkata; "Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan ummatnya". Maka kami pun bersaksi bahwa Nabi Nuh 'alaihissalam telah menyampaikan risalah yang diembannya kepada ummatnya. Begitulah seperti yang difirmankan Allah Yang Maha Tinggi (QS al-Baqarah ayat 143 yang artinya), ("Dan demikianlah kami telah menjadikan kalian sebagai ummat pertengahan untuk menjadi saksi atas manusia.."). al-washathu artinya al-'adl (adil). (HR. Bukhari no. 3091).
Kita menjadi saksi terhadap para nabi terdahulu dan kaumnya adalah dengan mengetahui kisahnya di dalam Al-Qur’an. Bagaimana mungkin kita dapat memahami kisah-kisah tersebut di dalam Al-Qur’an jika tanpa bahasa Arab.
Dengan bahasa Arab, Al-Qur’an dan Sunnah dapat dipahami, para ulama dapat mengambil petunjuk-petunjuk yang mendalam dari keduanya, berijtihad, menjawab berbagai kerancuan di dalam memahaminya. Maka inilah yang termasuk kategori hukum fardu kifayah dalam mempelajari bahasa Arab

Tidak ada komentar:

KELAS 4 HAL 48 - 51

 KAIDAH KATA TUNJUK DEKAT SILAHKAN KLIK ......